RSS

Ibu Ngidam Rujak Belut, Politisi Ketagihan Ngeteh

Sejak Gardoe Welitan buka empat bulan lalu kami banyak menemukan peristiwa-perisitiwa yang unik, mulai dari pemesanan kelapa yang over load, atap bocor dan terakhir cerita ibu yang ngidam rujak belut. “Ooh, ada juga yah ibu yang ngidam rujak belut? Untung kita dagang rujak belut,” kata saya penuh penasaran saat diceritakan hal itu.

Jujur, saya agak kaget karena selama ini imaje belut di kalangan wanita adalah sejenis hewan yang menggelikan sehingga enggan berkawan dengan makanan ini. Padahal, proteinnya begitu luar biasa dan sedikit kolesterol. Tapi, setelah cerita ini muncul maka saya meyakini bahwa imaje wanita terhadap belut mulai berubah dengan pasti.

“Terus gimana tuh si ibu yang ngidam tadi, setelah menikmati rujak belut?” tanya saya dengan penuh penasaran. Ternyata, melahapnya dengan penuh penjiwaan bahkan sang suami rela menunggu si ibu tadi yang menikmati rujak belut. Selain peristiwa ngidam rujak belut, ada juga politisi yang jadi ketagihan ngeteh di GW. Kata mereka, ngeteh di GW sebuah kenikmatan baru karena penyajiannya menggunakan barang-barang tradisional.

“Pocinya itu loh, unik dan jadi ingat zaman baheula yaitu zaman kerajaan kaya di film-film laga waktu saya kecil,” kata sang politisi. Mendengar alasan mereka saya tertawa sambil mengatakan bahwa tradisi minum the poci di daerah pesisir utara Jawa merupakan kebiasaan yang dilakukan masyarakat sana, mulai dari pejabat, rakyat jelata maupun pedagang. Anak-anak muda, kakek-nenek maupun anak-anak.

Selang beberapa hari setelah pembicaraan itu, sang politisi pun kembali lagi dan kembali menikmati kesempurnaan ngeteh di GW. Tak hanya itu, sang politisi pun membeli satu set poci lengkap dengan the dan gula batu. Katanya sih buat kongkow-kongkow di rumah saat bersama konstituen. “Eh, orangtua saya juga suka setelah saya bawakan, yang sudah saya beli lagi. Enak, rasanya berbeda dengan teh dengan poci biasa,” aku sang politisi.

Saya tidak tahu ada cerita apa lagi pada edisi ke depan, semoga saja ada hal yang menarik lagi sehingga bisa diinformasikan kepada Anda. Sebab,hidup adalah kumpulan peristiwa yang diulang-ulang dengan pelaku, latar dan waktu yang berbeda. Jangan heran kalau sekarang juga ada cerita pemimpin dzalim, cerita korupsi dan pembalakan. Toh, dari zaman dulu juga sudah ada. Yang terpenting bagi kita adalah mau berpihak kemana, semua ada konsekuensinya terserah kita mau pilih mana.

Lah, ngomongin politik lagi nih. Engga ini mah cuma intermezzo aja di ujung penutup. Saya cuma ingin bilang bahwa pada hakikatnya manusia ingin berbuat baik kepada orang lain. Tuh buktinya suami sang wanita ngidam tadi yang rela setia menunggu atau sang politisi yang memberikan hadian teh poci kepada orangtua.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ooh… Teh Juga Memiliki Sejarah

Mengubah kondisi negatif menjadi energi positif memang mesti kita lakukan supaya hidup tidak dihiasi dengan keluhan. Yah, seperti kondisi Sabtu pagi ini. Langit gelap dan hujan yang membuat malas untuk beraktivitas. Untungnya saya terkena libur sehingga tidak terlalu memberatkan.

Usai mengantarkan istri berangkat kerja seperti biasa saya menyeruput teh poci sambil membaca koran lokal dan bisnis. Pokoknya mah menikmati hidup betul. Lagi asik-asiknya membaca koran, pikiran saya langsung teringat dengan sebuah buku yang mengupas tentang sejarah teh di dunia dan Indonesia.

Tanpa pikir panjang saya pun langsung mengambil buku bersampul putih itu untuk dijadikan bahan catatan kecil. Sejak empat tahun terakhir ini saya memang hobi banget membuat tulisan ringan untuk diuptade di blog pribadiku. Loh, ini kok malah ngobrolin diri sendiri, kapan bicara soal sejarah tehnya.

Aduh, maaf yah keasikan nulis autibografi. Maklum, beberapa bulan ini saya lagi suka membaca buku biografi orang-orang besar. Beberapa buka yang sudah aku beli diantaranya biografi Mahatma Gandhi, Syafi,I Maarif, BJ Habibi, Si Chiro Honda, Abu Bakar Sidhiq dan Soeharto dan terakhir adalah Presiden Amerika Serikat berkulit hitam, Barack Obama.

Bagi saya, membaca buku biografri membuat inspirasi dan kita tidak kehilangan semangat untuk menerjang perubahan sebagaimana yang pernah dilakukan Syafii Maarif, Soeharto termasuk Obama. Mereka pernah mengalami masa sulit sebagaimana yang dialami kebanyakan orang.

Kembali ke tema tentang sejarah teh yang baru saya ketahui setelah baca buku, ternyata tradisi minum the itu cukup melegenda. Tahun 2.737 sebelum Masehi, Kaisar Shen Nung mencicipi air rebusan yang dijatuhi beberapa helai daun Camelia Sinensis dan menemukan rasa yang segar dan menyedapkan.

Legenda the juga datang dari negari Tuan Takur, India. Di sana, Bodidarma mengunyah beberapa daun yang tumbuh di dekatnya saat petapa selama tujuh tahun.Tak ketinggalan legenda the juga terjadi di negeri sakura, Jepang. Pada tahun 600 Masehi, Drauma, pembawa ajaran agama Zen Buddha merasa frustasi untuk bisa terus terjaga saat petapa. Saat itulah dedaunan berjatuhan dan langsung membuat energi baru.

Waow, pasti pembaca baru tahu sejarah ini karena hampir tidak ada penjelasan mengenai sejarah teh setiap kali kita minum teh baik di rumah ataupun di rumah makan. Terus kalau sejarah the di Indonesia gimana ceritanya?. Eit, sabar dulu karena merupakan negara berpenghasilan the terbesar di dunia, so pasti ada dong sejarahnya.

Sebelum kita ngomongin sejarah the di Indonesia, saya ingin memberitahu terlebih dahulu siapa penyebar the di wilayah Eropa, ia adalah Marcopolo. Nah, sekarang kita ngomongin the di Indonesia. Menurut buku ini, tanaman the diperkenalkan di Indonesia ini pada tahun 1686 oleh seorang ahli botanical sekaligus dokter dari negeri kincir angina, Belanda. Ia adalah Andreas Cleyer yang memperkenalkan perkebunan the di Batavia.

Perkebunan the di Indonesia banyak dibuka pada massa pemerintahan Hindia Belanda, zaman Gubernur Jenderal Van De Bosch (1830-1870). Ini merupakan bagian dari program tanam paksa negara yang pernah menjajah kita itu. Wah, brengsek juga yah mereka. Meraup keuntungan dari keringat rakyat Indonesia. Untungnya sudah diusir oleh pahlawan kita, coba kalau sekarang masih seperti itu pasti saya dan pembaca siap perang habis-habis dengan mereka.

Meski saya tahu negeri ini tidak memiliki persenjataan canggih seperti mereka, tapi patriotisme mengalahkan semua itu. Tidak seperti pemerintah sekarang digretak sama Malaysia mlempem, di begis sama Arab minder. Kesel campur kecewa kalau dipimpin oleh orang yang mentalnya tidak segagah fisiknya. Maaf Pak SBY, ini suara rakyat yang rindu pemimpin gagah berani, tegas dan memiliki wibawa.

Ah, sudahlah mikiran negara memang pelik apalagi pemimpinnya tidak pernah mikiran kita, ngapain kita cape-cape mikiran mereka. Lebih baik minum teh sambil mengenang sejarah teh di masa lalu.Kini, bagi pembaca yang ingin menikmati kesegaran the seperti yang pernah dirasakan para tokoh dunia itu datangi saja Gardoe Welitan (GW) di Jalan Sykeh Nawawi Al Bantani, Perumahan Banjarsari Permai, Cipocok Jaya, Kota Serang, Provinsi Banten. ****

Sabtu, 11 Desember 2010

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kenikmatan dalam Secangkir Teh

MARI minum teh. Tradisi nge-teh yang sudah dikenal masyarakat dunia sejak berabad-abad itu kini dikemas sebagai gaya hidup, yang semakin digemari anak muda.

Hari menjelang sore ketika kaki menginjak kawasan perbelanjaan Orchard, Singapura, pertengahan April lalu. Kami masuk ke pusat perbelanjaan Ion Orchard. Di lantai dua mal itu, ada tempat minum teh TWG Tea Salon & Boutique. TWG adalah kependekan dari The Wellness Group, perusahaan teh yang didirikan sejak tahun 1837. Selain mendistribusikan teh ke berbagai negara, TWG juga memiliki beberapa rumah teh yang berlokasi di mal-mal Singapura.

Berdiri di tengah-tengah selasar mal, rumah teh ini berdinding kaca. Ratusan koleksi teh yang dikemas dengan kaleng berwarna-warni berjajar di meja dan lemari berbentuk silinder yang bisa diputar. Ada sekitar 800 koleksi teh yang dijual di rumah teh TWG. Jumlah itu memang sangat banyak. Tak perlu bingung. Ada petugas yang mahir menerangkan produk yang dijual berikut cita rasanya.

Teh di TWG didatangkan dari perkebunan teh di berbagai negara, seperti China, India, Sri Lanka, Nepal, China, Taiwan, Banglades, Jepang, Korea, Thailand, Vietnam, Indonesia, Argentina, Brasil, Rwanda, hingga Kamerun.

Teh dari setiap negara ini memiliki banyak varian, seperti teh Darjeeling dan Assam dari India; Ti Kuan Yin, Jade Dragon, atau Imperial Keemun dari China. Oleh TWG, teh itu kemudian dijual dengan cita rasa asli atau dicampur dengan berbagai macam citra rasa, seperti pepermin, citrus, bergamot, dan lain-lain. ”Anak muda tidak mau hanya minum teh klasik saja, mereka ingin sesuatu yang segar,” kata Melisasa Lee dari TWG.

Tea Addict

Sekarang mari kita singgah di beberapa rumah teh yang ada di Jakarta. Di Jalan Gunawarman, Kebayoran Baru, Jakarta, ada Tea Addict yang buka sejak tahun 2003. Dengan konsep ”minum teh di rumah”, Tea Addict mengadaptasi suasana rumahan dengan memasang sofa-sofa besar mengelilingi meja. ”Supaya tamu bisa lebih rileks saat minum teh,” kata Nanda Tessa Monica, Store Manager Tea Addict di Jalan Gunawarman.

Lantai kayu yang berkesan hangat serta temaram lampu menambah rileks suasana di dalam rumah teh itu. Pada hari kerja, Tea Addict dipenuhi kalangan eksekutif muda yang memilih nge-teh sepulang kerja daripada dikepung kemacetan. Sementara pada akhir pekan, rumah teh ini menjadi tempat nongkrong keluarga atau pasangan muda.

Tea Addict lebih berkonsentrasi pada teh lokal dari perkebunan di Ciwidey, Jawa Barat. Dari teh lokal ini kemudian dicampur dengan berbagai macam cita rasa sehingga menghasilkan teh english breakfast, earl grey, atau teh oolong. Ada sekitar 50 jenis minuman teh yang ditawarkan dengan kategori green tea, black tea, dan white tea. Teh yang dipesan dalam keadaan panas disajikan dalam teko, sementara untuk teh dingin disajikan dalam gelas besar.

White tea adalah teh dari pucuk daun teh yang masih kuncup. Setelah diseduh, airnya berwarna kuning muda dan rasanya agak pahit. Selain minum airnya, daun white tea ini juga bisa dimakan dengan rasa agak sepet, seperti menu pure nirvana yang dimiliki Tea Addict.

Siang Ming Tea

Di Jakarta juga ada kedai teh yang berkonsentrasi pada teh China, yaitu kedai Siang Ming Tea. Sejak dibuka tahun 1995, Siang Ming Tea memiliki dua kedai di Mangga Dua Square dan Mal Kelapa Gading, Jakarta. Sementara butik teh di Mal Artha Gading hanya menyediakan teh untuk dibawa pulang.

Di Siang Ming Tea, sambil menunggu teh disajikan, pengunjung bisa melihat keterampilan si pembuat teh yang menyeduh teh di dekat pintu masuk kedai. Pintu dan jendela dari kayu, dinding yang bagian atasnya juga terbuat dari kayu berukir, menambah suasana tradisional kedai ini.

Berbagai jenis teh, bukan hanya dari China, tetapi juga Sri Lanka dan India, dipajang di sebuah lemari kayu. Sementara di bagian lain, berbagai teko dengan ukuran mungil menjadi interior kedai. Siang Ming Tea lebih menekankan minum teh dengan citra rasa asli. Ini dilakukan untuk memperkenalkan masyarakat pada keaslian rasa teh seperti green tea long chin, green tea ku ding cha, tong ting oolong, atau phu erl.

Kami memesan teh ku ding cha dan phu erl. Sambil menikmati teh yang rasanya agak pahit namun terasa segar di badan itu, kami menyantap makanan ringan green tea mochi buatan kedai Siang Ming Tea. Ah, ini teh nikmat....[dikutip dari www.kompas.com]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS